Copyright © 2013 ~ Created By Patuih D.Silence ~ All Rights Reserved ®
Altec DZ
Be A Creative And Dont Be A Plagiarism

Bos Kamp Nazi Bangga Siksa Para Tahanan

Studi klasik jadi pembenaran bahwa para kepala Kamp Konsentrasi Nazi 'terpaksa' berbuat jahat pada tahanan mereka karena mengikuti perintah. Tapi, studi terbaru mematahkan hal ini, dan mengklaim sebaliknya: para bos kamp itu justru bangga menyiksa secara keji para tahanan.

Studi perilaku manusia tahun 1960-an dan 1970-an menyebutkan orang melakukan kejahatan karena alamiah mengikuti perintah atasannya. Dan, hasil studi tersebut dijadikan sebagai pembelaan penjahat perang Nazi di Pengadilan Nuremberg, Jerman.

Tapi, psikolog dari Skotlandia menantang kajian 50 tahun lalu itu, dan berusaha meneliti kembali untuk mencari kebenarannya. Profesor Stephen Reicher dari Universitas St Andrews dan Profesor Alex Haslam dari Universitas of Queensland, Australia, memulai riset sepuluh tahun lalu melalui studi penjara, yang pernah disiarkan oleh BBC.

Mereka menemukan bahwa relawan diberi peran sebagai 'penjaga', dan hanya bertindak secara brutal ketika mereka mengerti, dan memahami dan percaya bahwa tindakan brutal itu diperlukan untuk mempertahankan kontrol.

Dalam serangkaian eksperimen baru ini, peneliti juga menemukan bahwa orang-orang hanya akan tunduk pada otoritas jika mereka percaya betul bahwa hal itu penting untuk kebaikan yang lebih besar.

Haslam mengatakan: "Penelitian kami menunjukkan tirani bukanlah hasil penerimaan buta manusia atas aturan dan peran. Itu adalah tindakan kreatif pengikut yang mengalir dari indentifikasi bersama penguasa yang menggambarkan tindakan keji sebagai satu hal yang luhur."

Dengan demikian, serangkaian pemeriksaan menyeluruh terhadap jejak sejarah ini mematahkan ide bahwa para birokrat Nazi hanya sekadar menjalankan perintah saja saat menyiksa para tahanan.

Pembenaran 'hanya mengikuti perintah' dipakai pejabat Nazi untuk meminimalisir kejahatan mereka. Tapi, fakta membuktikan, pejabat seperti Adolf Eichmann --yang dihukum gantung pada tahun 1962 karena perannya mengorganisir Holocaust-- memiliki pemahaman sangat baik atas apa yang dia lakukan. "Dan dia bangga terhadap pekerjaannya," ujar Haslam.

Biasanya, kata Haslam, perintah dan peran dari petinggi kepada pengikut Nazi tak jelas dan samar-samar. Bagi mereka yang semangat ingin memajukan Nazi, menggunakan kreativitas dan imajinasi mereka dalam bekerja untuk tujuan rezim. Dan, untuk mengatasi tantangan. "Detail rinci bagaimana solusi akhir sebuah tantangan dan masalah harus diuraikan sendiri oleh Eichmann."

Pemahaman soal tirani yang berkembang saat ini di masyarakat sangat dipengaruhi dua studi klasik: penelitian Stanley Milgram 'ketaatan kepada otoritas' dan studi 'Eksperimen Penjara Stanford' dari Philip Zimbardo, yang menemukan orang cenderung untuk hanya mengikuti perintah.

Namun studi baru dari temuan yang dipimpin Profesor Reicher menunjukkan sebaliknya, 'semangat ekstrim' adalah kunci untuk tindakan seperti kekerasan. Reicher dan Haslam juga yakin, ada 'keyakinan moralitas' balik tindakan masyarakat.

Profesor Reicher menambahkan: "Intinya, orang melakukan kejahatan bukan karena mereka tak sadar berbuat salah. Tapi, karena mereka percaya, apa yang mereka lakukan adalah benar. Intinya, tirani tumbuh subur karena pengikutnya aktif mengidentifikasi tindakan keji ini sebagai satu perbuatan luhur bersama yang lainnya.




Bos Kamp Nazi Bangga Siksa Para Tahanan

Studi klasik jadi pembenaran bahwa para kepala Kamp Konsentrasi Nazi 'terpaksa' berbuat jahat pada tahanan mereka karena mengikuti perintah. Tapi, studi terbaru mematahkan hal ini, dan mengklaim sebaliknya: para bos kamp itu justru bangga menyiksa secara keji para tahanan.

Studi perilaku manusia tahun 1960-an dan 1970-an menyebutkan orang melakukan kejahatan karena alamiah mengikuti perintah atasannya. Dan, hasil studi tersebut dijadikan sebagai pembelaan penjahat perang Nazi di Pengadilan Nuremberg, Jerman.

Tapi, psikolog dari Skotlandia menantang kajian 50 tahun lalu itu, dan berusaha meneliti kembali untuk mencari kebenarannya. Profesor Stephen Reicher dari Universitas St Andrews dan Profesor Alex Haslam dari Universitas of Queensland, Australia, memulai riset sepuluh tahun lalu melalui studi penjara, yang pernah disiarkan oleh BBC.

Mereka menemukan bahwa relawan diberi peran sebagai 'penjaga', dan hanya bertindak secara brutal ketika mereka mengerti, dan memahami dan percaya bahwa tindakan brutal itu diperlukan untuk mempertahankan kontrol.

Dalam serangkaian eksperimen baru ini, peneliti juga menemukan bahwa orang-orang hanya akan tunduk pada otoritas jika mereka percaya betul bahwa hal itu penting untuk kebaikan yang lebih besar.

Haslam mengatakan: "Penelitian kami menunjukkan tirani bukanlah hasil penerimaan buta manusia atas aturan dan peran. Itu adalah tindakan kreatif pengikut yang mengalir dari indentifikasi bersama penguasa yang menggambarkan tindakan keji sebagai satu hal yang luhur."

Dengan demikian, serangkaian pemeriksaan menyeluruh terhadap jejak sejarah ini mematahkan ide bahwa para birokrat Nazi hanya sekadar menjalankan perintah saja saat menyiksa para tahanan.

Pembenaran 'hanya mengikuti perintah' dipakai pejabat Nazi untuk meminimalisir kejahatan mereka. Tapi, fakta membuktikan, pejabat seperti Adolf Eichmann --yang dihukum gantung pada tahun 1962 karena perannya mengorganisir Holocaust-- memiliki pemahaman sangat baik atas apa yang dia lakukan. "Dan dia bangga terhadap pekerjaannya," ujar Haslam.

Biasanya, kata Haslam, perintah dan peran dari petinggi kepada pengikut Nazi tak jelas dan samar-samar. Bagi mereka yang semangat ingin memajukan Nazi, menggunakan kreativitas dan imajinasi mereka dalam bekerja untuk tujuan rezim. Dan, untuk mengatasi tantangan. "Detail rinci bagaimana solusi akhir sebuah tantangan dan masalah harus diuraikan sendiri oleh Eichmann."

Pemahaman soal tirani yang berkembang saat ini di masyarakat sangat dipengaruhi dua studi klasik: penelitian Stanley Milgram 'ketaatan kepada otoritas' dan studi 'Eksperimen Penjara Stanford' dari Philip Zimbardo, yang menemukan orang cenderung untuk hanya mengikuti perintah.

Namun studi baru dari temuan yang dipimpin Profesor Reicher menunjukkan sebaliknya, 'semangat ekstrim' adalah kunci untuk tindakan seperti kekerasan. Reicher dan Haslam juga yakin, ada 'keyakinan moralitas' balik tindakan masyarakat.

Profesor Reicher menambahkan: "Intinya, orang melakukan kejahatan bukan karena mereka tak sadar berbuat salah. Tapi, karena mereka percaya, apa yang mereka lakukan adalah benar. Intinya, tirani tumbuh subur karena pengikutnya aktif mengidentifikasi tindakan keji ini sebagai satu perbuatan luhur bersama yang lainnya.